Pada suatu hari, ada seorang anak perempuan bernama Nana, dia adalah seorang anak yang periang dengan rambut se leher dikuncir 2 ke bawah. Rambutnya berwarna ungu dihiasi oleh pita berwarna merah muda. Berbeda dengan kebanyakan manusia, dia memiliki mata berwarna biru keunguan. Besok adalah hari pertamanya sekolah pada jenjang kelas 6, maka dari itu, orang tuanya memutuskan untuk mengajak dia jalan – jalan. Mendengar itu, Nana sangat senang.
Ketika sedang dalam perjalanan, orang tua Nana berhenti sebentar di supermarket untuk membeli makanan dan minuman. Nana yang merasa sedikit kepanasan pun memutuskan untuk keluar dari mobil sejenak untuk menghirup udara segar. Di depan supermarket tersebut, ada sebuah rumah bertingkat dua. Tanpa sadar, Nana menatapi rumah itu. Dari salah satu jendelanya, tampak seorang anak Dia sedikit lebih tinggi daripada Nana, rambutnya pendek berwarna biru keunguan dengan jepit pita kecil yang terpasang di poninya dan matanya berwarna ungu. yang melihat ke arah langit raut wajah sedih, seakan sedang menunggu seseorang untuk pulang. Sedikit terbesit niat di kepala Nana untuk mencoba menyapanya.
“Hmm.. ada seseorang di sana. Bagaimana kalau aku menyapanya saja?” tanyanya pada diri sendiri.
Namun, sebelum kata “Halo” terucap dari bibirnya, anak itu menyadari keberadaan Nana yang sedang menatapnya dan spontan langsung menutup gorden kamar tersebut. Tingkah anak itu membuat rasa kecewa dan bingung membekas hati Nana.
“Lah…dia sudah menutup gordennya duluan. Dia kenapa ya? Apakah dia tidak suka melihatku?” Pikir Nana lagi.
“Nana, ayo kita pergi” kata ibunya dengan kedua tangan dipenuhi kantong belanja. Saat itu, Nana tidak memiliki pilihan lain lagi selain melanjutkan perjalanannya. Namun sosok anak itu tetap tidak bisa lepas dari pikirannya. Siapa dia? Apa yang dilakukannya? Dan apa arti ekspresinya saat itu? pertanyaan itu terus terngiang di kepalanya.
Keesokan harinya, dia pergi ke sekolah. Hari pertamanya dia habiskan untuk berbicara dan bermain dengan teman-temannya kembali setelah lama tidak bertemu. Di tengah-tengah permainannya, perhatiannya sempat teralihkan oleh seorang anak yang duduk terdiam di pojokan. Seragam sekolahnya yang berbeda menunjukkan bahwa dia baru saja pindah. Dia sedikit lebih tinggi daripada Nana. Rambutnya pendek berwarna biru keunguan dengan jepit pita kecil yang terpasang di poninya tampak seiras dengan matanya yang berwarna ungu. Saat itu Nana langsung menyadari bahwa orang itu adalah orang yang sama dengan yang Nana lihat kemarin ketika jalan – jalan.
“Hmm…mungkin dia hanya canggung untuk berinteraksi karena ini pertama kalinya.” Nana berpikir seperti itu.
“Teng! Teng!” bel pulang sekolah pun berbunyi. Seketika, lorong-lorong sekolah yang sebelumnya sunyi senyap kini dipenuhi dengan suara cengkrama siswa-siswi yang hendak akan pulang. Karena keadaan sangat ramai, Nana jadi tidak sengaja menjatuhkan barang-barangnya karena saling berdesakan. Ketika Nana hendak merapikan barang-barangnya yang terjatuh, seorang anak datang membantunya. Ya, anak itu merupakan anak pendiam yang Nana lihat tadi.
“Ah… Terima Kasih” ucap Nana saat semua barang-barangnya telah masuk kembali ke tasnya.
“Tidak masalah” jawab anak misterius itu
Pertemuan secara tidak sengaja tadi membuat mereka berjalan bersama saat pulang, Nana tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan mulai menyakan pertanyaan yang timbul di benaknya.

“Halo, salam kenal, aku Nana teman sekelasmu. Namamu siapa? Dan terima kasih lagi soal tadi” celetuk Nana.
“Ohh sama – sama. Namaku adalah Emi, salam kenal juga” jawab Emi dengan nada datar.
“Ohh. Emi, semoga kita bisa berteman baik. Ngomong – ngomong, kau pernah melihatku kan kemarin, kenapa kau langsung tutup gordennya?” tanpa banyak basa-basi, Nana langsung menyakan perihal hari sebelumnya.
“Ah, soal kemarin ya… Maafkan aku, aku hanya agak terkejut dan takut…” jawab Emi disusul dengan raut mukanya yang menunjukkan rasa bersalah.
“Ya sudahlah, tidak apa – apa. Oh iya, jika kau ada waktu luang, kau bisa berkunjung ke rumahku. Kita bisa bermain bersama!” ujar Nana sembari berlari kedepan, lalu menggoyangkan tangan, tanda bahwa mereka harus berpisah disini.
“Baiklah, kapan – kapan ya” Emi membalas salam perpisahan dari Nana dan setelah itu mereka berjalan pulang ke rumah masing-masing
Sesampainya di rumah, ibunya bertanya soal pengalaman Nana di sekolah, Nana menceritaknnya dengan penuh semangat dimana dia memiliki banyak teman dan bisa berteman dengan anak yang pendiam di kelas, yaitu Emi. Dia masuk ke kamar sambil tiduran di kasurnya dengan perasaan senang dan tidak sabar akan hari esok.
Baca juga: English Story: Ride a Bicycle
Keesokan harinya pada pagi hari, Nana pergi ke sekolah seperti biasanya. Saat dia masuk kelas, dia sudah melihat Emi yang duduk di pojokan. Nana pun menyapa Emi.
“Halo Emi, apa kau sudah datang dari pagi, kau rajin sekali ya!” Kata Nana dengan terkejut.
“Ini sudah biasa, aku lebih suka di luar daripada di rumah…” Kata Emi dengan nada rendah
“Hmm, kenapa?” Nana penasaran kenapa Emi lebih suka di rumah. “Kalau di rumah kau bisa tiduran dan menonton televisi, habis itu kamu juga bisa bersama orang tua” Tambah Nana.
“Keadaan di rumahku sangat berbeda dari yang kau pikirkan…” Kata Emi dengan lesu. Nana pun bingung.
“Sudah lupakan itu, apa kau akan terus berdiri seperti itu” Kata Emi sambil mengubah topiknya. Nana pun menjadi cemberut.
“Tentu saja aku akan duduk walaupun tidak kamu ingatkan!” Kata Nana sambil meninggikan nadanya. Mendengar itu Emi jadi tertawa.
Setelah itu, kelas pun dimulai. Jika soal pelajaran, Nana sangat menyukai pelajaran tentang sejarah dan budaya, dia akan sangat bersemangat jika ada pelajaran tentang sejarah dan budaya. Nana juga baru mengetahui bahwa Emi itu sangat pintar, bahkan soal susah pun dapat dia pecahkan. Emi mempunyai ketertarikan pada pemrograman. Walaupun dibilang begitu, dia juga sangat pintar di mata pelajaran lain.
Bel tanda istirahat sudah berbunyi, semua murid pun istirahat. Nana pun mengajak Emi untuk ke kantin.
“Hei Emi, ayo ke kantin bareng yuk!” Ajak Nana dengan semangat.
“Hmm… Baiklah” Kata Emi seperti biasa dengan nada datar
Mereka pun pergi ke kantin. Setelah membeli makanan di kantin. Mereka duduk di bangku yang ada pada halaman. Sambil makan, Nana pun bertanya pada Emi.
“Emi, kenapa kau bisa sangat pintar? Apa kau mengikuti banyak les?” Tanya Nana sambil penasaran.
“Tidak, aku tidak pernah mengikuti les apapun, walaupun aku mau, orang tuaku pun tak akan pernah mendengarkannya. Aku hanya belajar sendiri” Kata Emi. Nana pun tambah terkejut mendengar itu.
“Wow, kau memang hebat sekali! Aku kagum kepadamu!” Kata Nana sambil kagum.
“Itu biasa saja” Kata Emi.
Nana hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bel masuk kelas pun berbunyi dan mereka pun masuk kelas lagi.
Saat bel pulang berbunyi, semua murid pun pulang. Nana dan Emi seperti biasa berjalan bersama. Mereka saling berbincang sambil menikmati udara yang berhembus lembut.
Hari demi hari berlalu, sikap Emi yang pendiam dan dingin, sedikit demi sedikit berubah menjadi orang yang sangat akrab.
Sampai pada suatu hari di semester 2. Banyak murid kelas 6 yang mempersiapkan diri mereka untuk ujian kelulusan. Biasanya Nana akan melihat Emi sudah ada di kelas dan duduk di pojok kelas seperti biasa. Tapi pada hari ini berbeda, ia sama sekali tidak melihat Emi di sana. Nana pun bingung dan bertanya dalam hatinya.
“Apa yang terjadi pada Emi? Tumben ia tidak datang? Biasanya dialah yang datang paling pagi” Tanya Nana dalam hatinya. Hatinya memiliki perasaan buruk terhadap keadaan Emi. Setelah bel masuk berbunyi, Emi tidak juga datang. Itu menambah keresahan Nana, karena tidak biasanya Emi begini.